Wednesday, November 5, 2014

Konsep Dasar PPN

Posted by Akuntansi at 6:35 AM 2 comments

                   1.  Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Prof. Suparmo & Woro Damayanti, SE dalam bukunya “Perpajakan Indonesia - Mekanisme dan Perhitungan’’ (2010:125) menjelaskan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (daerah pabean), baik konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) maupun konsumsi Jasa Kena Pajak (JKP). Oleh karena itu, barang yang tidak dikonsumsikan di dalam daerah pabean atau barang yang diekspor dikenakan pajak dengan tarif 0% dan sebaliknya untuk impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri.
Perkembangan ekonomi yang sangat dinamis baik di tingkat nasional, regional maupun internasional terus menciptakan jenis serta pola transaksi bisnis yang baru.Sebagai contoh, di bidang jasa, banyak yang timbul transaksi jasa baru atau modifikasi dari transaksi sebelumnya yang pengenaan Pajak Pertambahan Nilainya belum diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Dalam rangka menjawab perubahan yang sangat cepat tersebut, perlu dilakukan pembaruan dan penyempurnaan undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Pembaruan (reformasi) sistem pajak konsumsi telah dilakukan pada tahun 1983 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Langkah pembaruan dan penyempurnaan terus dilakukan secara konsisten pada tahun 1994 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan terakhir tahun 2000 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, yang terbaru ialah diterbitkannya Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009.

                 2.  Karakteristik (Legal Character), Kelebihan dan Kelemahan PPN

1.  Karakteristik (Legal Character)
a.  PPN merupakan pajak tidak langsung yang dapat dirumuskan berdasarkan dua sudut pandang sebagai berikut:
1)  Sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak.
2)  Sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas Negara tidak berada di tangan pihak yang memikul beban pajak. Sudut pandang secara yuridis ini membawa konsekwensi filosofis bahwa dalam pajak tidak langsung apabila pemberi atau penerima jasa telah membayar pajak-pajak yang terutang kepada penjual atau pengusaha jasa, pada hakikatnya sama dengan telah membayar pajak tersebut ke kas Negara.

b.  Pajak Objektif
Suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yaitu keadaan peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut dengan nama objek pajak. Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan oleh adanya objek pajak.

c.   Multi Stage Tax
Karakteristik PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi.

d.  PPN terutang untuk dibayar ke kas Negara dihitung
Menggunakan indirect subtraction method / credit method / invoice method. Pajak yang dipungut oleh (KPK) penjual atau pengusaha jasa secara tidak otomatis wajib dibayar ke Kas Negara. Metode pengurangan pajak tidak langsung adalah PPN terutang yang wajib dibayar ke Kas Negara merupakan hasil perhitungan megurangkan PPN yang dibayar kepada KPK lain yang dinamakan Pajak Masukan (Input Tax) dengan PPN yang dipungut dari pembeli atau penerima jasa disebut pajak keluaran (Output Tax). Metode pengkreditan adalah pajak yang dikurangkan dengan pajak untuk memperoleh jumlah pajak yang akan dibayar ke kas Negara (Tax Credit) untuk mendeteksi kebenaran jumlah pajak masukan dan pajak keluaran yang terlibat dalam mekanisme ini dibutuhkan dokumen, yaitu faktur pajak (Tax Invoice) sehingga dapat disebut sebagai metode faktur (Invoice Methode).



e.  PPN adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri.
PPN hanya dikenakan atas konsumsi barang kena pajak dan atau jasa kena pajak yang dilakukan di dalam negeri. Komoditi import dikenakan PPN dengan presentase yang sama dengan produk domestik.

f.    PPN  Bersifat Netral
Netralis PPN dibentuk oleh dua faktor, yaitu:
1)    PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa
2)    Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan (destination principle)
Dalam mekanisme pungutannya, PPN mengenal dua prinsip yaitu:
a)    Prinsip tempat asal (Origon Principle)
PPN dipungut ditempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi
b)    Prinsip tempat tujuan (Destination Principle)
PPN dipungut di tempat tujuan. Komoditi impor menganut prinsip tempat tujuan. Barang dalam negeri yang akan di ekspor tidak dikenakan PPN karena akan dikenakan PPN di Negara tujuan.

g.  Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda.
2.  Kelebihan PPN
Adapun kelebihan PPN, yaitu:
a.  Mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda
b.  Netral dalam perdagangan local dan internasional
c.   PPN atas perolehan barang modal dapat diperoleh kembali pada bulan perolehan
d.  Ditinjau dari besar pendapatan Negara, PPN mendapat predikat sebagai money maker. Karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa terbebani oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiskus untuk memungutnya.

3.  Kelemahan PPN
Adapun Kelemahan yang dimiliki PPN, yaitu:
a.  Biaya administrasi relative tinggi bila dibandingkan dengan pajak tidak langsung lainnya, baik di pihak administrasi pajak maupun di pihak wajib pajak
b.  Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul
c.   PPN sangat rawan dari upaya penyelundupan pajak
d.  PPN menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

                 3.    Objek Pajak Pertambahan Nilai

Dalam bukunya yang berjudul “Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang mewah” (2002:15), Gustian Djuanda menjelaskan PPN dikenakan atas beberapa hal yang terdapat dalam pasal 4 UU Tahun 2009, yang diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah :
                            a.          Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
                            b.          Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud
                            c.          Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
                            d.          Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.      Impor BKP; Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
3.      Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam DaerahPabean oleh pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah :
                            a.          Jasa yang diserahkan merupakan JKP
                            b.          Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
                            c.          Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
4.      Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
5.      Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak
6.      Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri dan digunakan pihak lain
7.      Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan (bukan inventory) oleh PKP, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat peerolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.

                  4.  Barang Kena Pajak dan Pengecualiannya

Dalam bukunya yang berjudul “Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang mewah” (2011:10), Gustian Djuanda menjelaskanbahwa Barang adalahbarang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang kena pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali UU menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan PP didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
a.            Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti:
1)    Minyak mentah (crude oil)
2)    Gas bumi
3)    Panas bumi
4)    Pasir dan kerikil
5)    Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara
6)    Biji besi, biji timah, biji tembaga, biji nikel dan biji perak serta biji bauksit.

b.            Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti:
1)  Beras
2)  Gabah
3)  Jagung
4)  Sagu
5)  Kedelai
6)  Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium

c.            Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.

d.            Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi, dan lainnya)

                    5.   Jasa Kena Pajak dan Pengecualiannya

Dalam bukunya yang berjudul “Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang mewah” (2011:13), Gustian Djuanda menjelaskanJasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasaarkan suatu perilaku perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan atas petunjuk dari pemesanan yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh UU PPN jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan PP didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:
a.               Jasa di bidang pelayanan kesehatan medic
b.               Jasa di bidang pelayanan social
c.               Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
d.               Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
e.               Jasa di bidang keagamaan
f.                Jasa di bidang pendidikan
g.               Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang tidak dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti : pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-Cuma
h.              Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan, seperti: penyiaran radio dan televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah dan swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial
i.                Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, seperti: jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah atau Swasta
j.                 Jasa di bidang tenaga kerja
k.               Jasa di bidang perhotelan
l.                Jasa disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jasa-jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, seperti: pemberian Izin Mendirikan Bangunan, Pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pembuatan Kartu Tanda Penduduk.

                  6.  Penyerahan Barang dan Jasa Kena Pajak

Penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu:
a.     Penyerahan hak atas BKP Karena suatu perjanjian
b.     Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing
c.      Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
d.     Pemakaian sendiri atau pemberian cuma-Cuma atas BKP
e.     Persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, yang masih tersisa kepada pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas peroleh aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan
f.       Penyerahan BKP dari pusat kecabang atausebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang
g.     Penyerahan BKP secara konsinyasi
Catatan:
1)  Pemakaian sendiri adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri.
2)  Pemberian Cuma-Cuma adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang-barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri.
Sedangkan penyerahan barang yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:
a.   Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam kitab undang-undang Hukum Dagang.
b.   Penyerahan BKP untuk jaminan piutang
c.   Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang dalam hal pengusaha kena pajak memperoleh ijin pemutusan tempat pajak terutang.

Penyerahan jasa kena pajak adalah:
Apabila dirinci, pengertian penyerahan jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan/perbuatan hukum:
a.    Yang menyebabkan suatu barang/ fasilitas/ kemudahan kas tersedia:
1)  Untuk dipakai pihak lain dengan maksud memperoleh penggantian sebagai imbalan.
2)  Untuk dipakai pihak lain tanpa ada maksud memperoleh imbalan (pemberian jasa kena pajak dengan Cuma-Cuma).
3)  Untuk kepentingan sendiri (pemakaian sendiri jasa kena pajak)
b.    Yang dilakukan atas dasar pesanan untuk menghasilkan barang karena pesanan/permintaan dengan bahan atas petunjuk dari pemesan

                   7.  Subjek Pajak

Dari ketentuan yang mengatur tentang objek PPN dalam pasal 4, 16C, dan 16D UU 1984 dapat diketahui bahwa subjek PPN dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.    Pengusaha Kena Pajak
Ketentuan yang mengatur bahwa subjek PPN harus pengusaha kena pajak adalah pasal 4 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f serta pasal 16D diubah menjadi 1 pasal angka 15 UU PPN 1984 diubah lagi menjadi pasal peraturan pemerintah nomor 143 tahun 2000.
Dari pasal-pasal ini dapat diketahui bahwa:
1)     Yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang dapat dikenakan PPN adalah pengusaha kena pajak (pasal 4 huruf a dan huruf c jo pasal 1 angka 15 UU PPN 1984 jo pasal  2 ayat 1 PP nomor 143 tahun 2000).
2)     Yang mengekspor barang kena pajak yang dapat di kenakan PPN adalah pengusaha kena pajak (pasal 4 huruf f UU PPN 1984).
3)     Yang menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan adalah pengusaha kena pajak (pasal 16D UU PPN 1984).
4)     Bentuk kerja sama operasi yang apabila menyerahkan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dikenakan PPN adalah pengusaha kena pajak (pasal 2 ayat 2 PP nomor 143 tahun 2000).

b.    Bukan Pengusaha kena pajak
Subjek PPN tidak harus pengusaha kena pajak, tetapi bukan pengusaha kena pajak pun dapat menjadi subjek PPN sebagaimana diatur  dalam pasal 4 huruf b, huruf d, dan huruf e serta pasal 16C UU PPN 1984.
Berdasarkan pasal-pasal ini diketahui bahwa dapat dikenakan PPN :
1)     Siapapun yang mengimpor Barang Kena Pajak (Pasal 4 huruf b UU PPN 984)
2)     Siapapun yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean di dalam Daerah Pabean (Pasal 4 huruf d dan huruf e PPN 1984)
3)     Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya (pasal 16 C UU PPN 1984)

Menurut Waluyo dalam bukunya “perpajakan indonesia” (2006:13) menjelaskan bahwa terdapat 2 jenis tarif pajak pertambahan nilai yang dapat digunakan, yaitu :
1)     Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen)
2)     Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a)  Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
b)  Ekspor Barang Kena Pajak Tidaka Berwujud
c)  Ekspor Jasa Kena Pajak

9.    Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak merupakan nilai berupa uang yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung yang terutang. Formula perhitungan pajak dapat dirumuskan sebagai berikut :
Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
              Pajak yang terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
1)  Harga Jual
2)  Penggantian
3)  Nilai Impor
4)  Nilai Ekspor
5)  Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan

             10.  Saat dan Tempat Pajak Terutang

a.    Saat Pajak Terutang

Saat terutangnya PPN diatur dalam Pasal 11 Undang-undang PPN. Pemungutan PPN menganut prinsip aktual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak, meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima, atau pada saat impor Barang Kena Pajak.
Saat terutangnya pajak untuk transaksi yang dilakukan melalui “electronic commerce” juga tunduk pada ketentuan ini. Terutangnya pajak terjadi pada saat:
1)  Penyerahan Barang Kena Pajak
2)  Impor Barang Kena Pajak
3)  Penyerahan Jasa Kena Pajak
4)  Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean
5)  Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
6)  Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
7)  Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
8)  Ekspor Jasa Kena Pajak

b.    Tempat Pajak Terutang

Tempat terutangnya PPN diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang PPN. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan:
1)    Penyerahan Barang Kena Pajak
2)    Penyerahan Jasa Kena Pajak
3)    Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
4)    Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
5)    Ekspor Jasa Kena Pajak

Terutangnya pajak ditempat tinggal atau tempat kedudukan dana atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan atau tempat kegiatan usaha yang dilakukan dan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Atas pemberitahuan secara tertulis dari pengusaha kena pajak, direktur jenderal Pajak dapat menetapkan 1 (Satu) tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang.
Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Orang pribadi atau Badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean terutang pajak ditempat tinggal atau tempat kedudukan dan atau tempat kegiatan usaha.
 

Welcome Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review