Thursday, September 25, 2014

Tax Planning

Posted by Akuntansi at 11:03 PM

Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan) dan kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategi-strategi (program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program), dan operasi (tindakan) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.

Perencanaan strategis dalam organisasi merupakan salah satu aspek dari materi manajemen strategis yang selalu diperlukan oleh setiap organisasi. Setiap perubahan lingkungan yang terjadi memerlukan respons strategis, baik dalam perencanaan, pelaksanakan, maupun evaluasi.

Dari sebutan semula perencanaan perusahaan, berkembang menjadi strategi perusahaan, perencanaan strategis, kebijakan bisnis, dan akhirnya menjadi manajemen strategis, yang berisi bagaimana pimpinan puncak suatu organisasi  menanggapi perubahan lingkungan yang sangat kompleks dan dinamis tersebut.

Agar dapat mencapai tujuan, setiap perusahaan melakukan dua fungsi pokok, yaitu:
1.      Fungsi bisnis yang meliputi bidang pemasaran, produksi, keuangan, sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, dan sebagainya.
2.      Fungsi Manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan.

Tugas manajer perusahaan adalah mengambil keputusan yang didasarkan pada keterpaduan antara kedua fungsi tersebut sehingga mencapai keterpaduan di tingkat atas. Menurut Glueck dan Jauch (1980) seperti yang dikutip oleh Martani Husaeni (1989), yang mengarah kepada perkembangan suatu strategi yang efektif untuk membantu mencapai sasaran perusahaan.


 

            Beberapa risiko yang mungkin timbul karena investasi, antara lain:
a)         Risiko penghasilan, timbul karena adanya ketidakpastian penerimaan operasi dari biaya saat ini, ketidakpastian atas harga keluaran (output) perusahaan dibandingkan dengan biaya (input) dimasa yang akan datang.
b)        Risiko Modal, timbul karena ketidakpastian ekonomi atas biaya depresiasi sebab asset yang cepat usang atau berganti mode. Akibatnya, asset yang diinvestasikan sudah ketinggalan jaman sehingga tidak mampu bersaing lagi.
c)         Risiko Keuangan, timbul karena ketidakpastian tingkat biaya bunga atas dana pinjaman, akibatnya mungkin perusahaan tidak mampu membayar kembali pinjaman dan bunganya.
d)        Risiko Inflasi, timbul karena ketidakpastian tingkat inflasi pada masa yang akan datang. Ia akan berpengaruh terhadap penghasilan dan biaya untuk mengganti asset perusahaan di masa yang akan datang.
e)         Risiko atas keputusan yang tidak dapat diubah, timbul karena pembelian asset atau biaya yang sudah dikeluarkan tidak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Oleh karena itu, investor harus betul-betul memperhitungkan masalah waktu.
f)         Risiko politik, timbul karena adanya perubahan kebijakan pemerintah, misalnya kebijakan pemerintah dalam bidang perpajakan (Tax Policy) yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian suatu negara maupun untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
           
Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk penyediaan barang dan jasa publik. Besar pajak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Secara administratif pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Bagi perusahaan, pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap sebagai biaya dan beban dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan maupun distribusi laba kepada pemerintah (Smith dan Skousen, 1987).

Secara ekonomis, pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan. dalam praktik bisnis, umumnya pengusaha mengindentikan pembayaran pajak sebagai beban sehingga akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing maka manajer wajib menekan biaya seoptimal mungkin.
Pengelolaan kewajiban pajak sering diasosiasikan dengan suatu elemen dalam manajemen dalam suatu perusahaan yang disebut manajemen pajak. Manajemen pajak merupakan bagian dari manajemen keuangan. Manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aset dengan beberapa tujuan secara menyeluruh. Tujuan manajemen pajak harus sejalan dengan tujuan manajemen keuangan, yaitu memperoleh likuiditas dan laba yang memadai.

Pada dasarnya, ada dua hal yang perlu dilakukan perusahaan berhubungan dengan pajak. Langkah pertama yaitu mulai dengan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan terdaftar di salah satu Kantor Pelayanan Pajak, melaksanakan akuntansi perpajakan, serta membayar dan menyampaikan SPT masa tahunan sesuai dengan jenis pajaknya pada tanggal yang telah ditentukan. Langkah kedua adalah merencanakan pajak (tax planning) yaitu dengan memperhitungkan pengaruh pengambilan keputusan tertentu terhadap kewajiban pajaknya, misalnya keputusan untuk melakukan investasi.

Studi tentang manajemen strategi menekankan pada pemantauan dan evaluasi kesempatan-kesempatan dan hambatan-hambatan lingkungan, di samping kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan perusahaan.

 

Manajemen  pajak adalah  sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Sophar Lumbantoruan,1996).

Menurut Zain (2005:5) manajemen pajak adalah merupakan suatu proses mengorganisasikan usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi seminimal mungkin, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.

Tujuan manajemen pajak dapat menjadi dua, yaitu :
a)      Menerapkan peraturan perpajakan secara benar
b)      Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya



Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri atas:


Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.

Perencanaan pajak merupakan tindakan legal pengendalian transaksi terkait dengan konsekuensi potensi pajak, pajak yang dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang ditransfer ke pemerintah.

 Perencanaan Pajak adalah merekayasa agar beban pajak (Tax Burden) serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuatan Undang-undang maka tax planning disini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun diinvestasikan kembali.  

Dalam buku Mohammad Zain (2006 : 67) pengertian perencanaan pajak adalah sebagai berikut: “Perencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan di transfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyeludupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan di toleransi. Walaupun kedua cara tersebut kedengarannya mempunyai konotasi yang sama sebagai tindak kriminal, namun suatu hal yang jelas berbeda disini bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sedang penyeludupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan illegal yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”

Perencanaan perpajakan umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau fenomena tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda pembayarannya, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, setip wajib pajak akan membuat rencana pengenaan pajak atas setiap tindakan secara seksama. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa perencanaan pajak adalah proses pengambilan faktor non pajak yang material untuk menentukan:
a)         Apakah
b)        Kapan
c)         Bagaimana, dan
d)        Dengan siapa dilakukan transaksi, operasi, dan hubungan dagang yang memungkinkan tercapainya beban pajak pada tax events yang serendah mungkin dan sejalan dengan tercapainya tujuan perusahaan.

Untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful). Ukuran yang digunakan dalam mengukur kepatuhan perpajakan wajib pajak, adalah:


a.       Tax saving
Yaitu upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya dengan jalan menahan diri untuk tidak membeli produk–produk yang ada pajak pertambahan nilainya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar. Misalnya dengan mengubah imbalan natura bagi karyawan yang tidak boleh di biayakan menjadi tunjangan yang dapat di biayakan sebagai Obyek PPh Pasal 21. Contoh: perusahaan, yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp 100 juta, dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang. Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar antara 5-25% untuk penghasilan karyawan sampai dengan Rp 200 juta.

b.      Tax avoidance,
Yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang. Misalnya, perusahaan, yang masih mengalami kerugian perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang ke pemberian natura sehingga natura tersebut bukan merupakan objek pajak PPh pasal 21. Dengan demikian, terjadi penghematan pajak 5-35%. Contoh lainnya antara lain dengan cara tidak membeli BBM Premium, diganti dengan energi batubara yang diambil dari sumbernya yang bebas dari PPN dan tidak melalui pembayaran pemungutan PPh Pasal 22 Industri sehingga pembayaran PPh Pasal 22 FINAL BBM dan PPN Premium dapat dihindarkan.


c.       Tax evasion / Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan
Yaitu  upaya wajib pajak dengan penghindaran pajak terhutang secara illegal dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan yaitu :
1)      Sanksi Administrasi, berupa bunga, denda atau kenaikan.
2)      Sanksi Pidana, berupa pidana atau kurungan.

d.      Menunda pembayaran kewajiban pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturanyang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktuyang diperkenankan, khususnya untuk penjualankredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhirbulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.

e.       Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan
Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajakdibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal22 atas pembeliansolar dan/atau impor dan Fiskal Luar Negeri atas perjalanan dinas pegawai.


 

Adapun aspek-aspek dari manajemen perpajakan adalah sebagai berikut:
a.         Aspek formal dan administratif perencanaan pajak
1)          Sanksi administrasi maupun pidana merupakan pemborosan sumber daya sehingga perlu dihindari melalui suatu perencanaan pajak yang baik.
2)          Aspek administratif dari kewajiban perpajakan meliputi kewajiban mendaftar diri untuk memperoleh NPWP dan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, membayar pajak, Menyampaikan SPT, di samping memotong atau memungut pajak.
3)          Dalam sistem perpajakan selalu dipisahkan antara assessment dengan sistem pembayaran. Assessment yang berlaku saat ini adalah self assessment yaitu kewajiban untuk menghitung sendiri, membayar sendiri, dan melaporkan sendiri. Atau dengan sistem pemotongan oleh pihak ketiga (withholding system).

b.         Aspek Material dalam perencanaan pajak
Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan, maupun peristiwa. Basis perhitungan pajak adalah objek pajak. Maka untuk mengoptimalkan alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih bayar (karena dapat mengurangi optimalisasi alokasi sumber daya) dan tidak kurang (supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana).

c.         Penghindaran sanksi pajak
Sistem perpajakan menganut prinsip substansi mengalahkan bentuk formal. Walaupun perusahaan telah memenuhi kewajiban perpajakan secara formal, tetapi kalau ternyata substansi menunjukkan lain atau motivasi rekayasa tidak sesuai dengan jiwa dari ketentuan perpajakan, fiskus dapat menganggap bahwa wajib pajak kurang patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila terjadi perbedaan interpretasi fakta perpajakan, lembaga peradilan pajak yang akan memutuskan.

Setidak-tidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (tax planning) :
1)         Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat WP merupakan resiko yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut.
2)          Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Maka perencanaan pajak yang tidak masuk akan akan memperlemah perencanaan itu sendiri.
3)          Bukti-bukti pendukungnya yang memadai

d.        Penundaan Pembayaran Kewajiban Pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran sampai dengan batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.

e.         Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan
Wajib pajak seringkali kurang mendapat informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan. Sebetulnya pembayaran tersebut merupakan pajak yang dibayar dimuka. Misalnya, kredit pajak untuk PPh badan terdiri dari PPh pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor dan fiskal luar negeri atas perjalanan dinas pegawai. Dalam hal kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena Pajak cukup menggunakan dokumen lain yang fungsinya sama dengan faktur pajak standar, seperti SPPB atau Surat Perintah Pengiriman Barang (delivery order) yang dikeluarkan oleh Bulog untuk penyaluran tepung terigu, PNBP (Paktur Nota Bon Penyerahan) yang diikeluarkan oleh pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM, serta tanda pembayaran atau kuintasi telepon.

f.          Hindarkan Lebih Bayar Akibat Salah Tulis / Salah Hitung
Lebih Bayar akibat salah tulis dan salah hitung akan mengakibatkan risiko Pemeriksaan Pajak yang berdampak kepada penyisihan waktu kantor yang berharga untuk kegiatan bisnis harus disediakan untuk pelayanan bagi Pemeriksa Pajak.

g.         Hindarkan Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan
Menghindarkan pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara berusaha menguasai peraturan perpajakan yang berlaku sehingga terhindar dari Sanksi Perpajakan dan sejenisnya.


a.         Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base)
Tahapan pertama dari proses pembuatan tax planning adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung.
Ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efisien. Adalah juga penting untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi.

b.         Membuat satu atau lebih model kemungkinan  jumlah pajak (designing one or more possible tax plans)
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih tindakan berikut ini:
1.    Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional.
Hampir semua perpajakan internasional paling tidak ada dua negara yang ditentukan lebih dahulu. Dari sudut pandang perpajakan dalam hal ini proses perencanaan tidak bisa berada di luar dari tahapan pemilihan transaksi, operasi dan hubungan yang paling menguntungkan. Metode yang harus diterapkan dalam menganalisis dan membandingkan beban pajak maupun pengeluaran lainnya dari suatu proyek adalah apabila tidak ada rencana pembatasan minimum pajak yang diterapkan dan apabila ada rencana pembatasan minimum diterapkan, berhasil atau pun gagal.
2.    Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara tersebut. Dalam rencana perpajakan internasional mungkin diberi perlakuan khusus dengan memilih antara dua atau lebih kemungkinan investasi di negara-negara berbeda.
3.    Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.
Dalam banyak kasus, pertimbangan penghemaan pajak tidak hanya di pengaruhi oleh pemilihan yang hati-hati dari bentuk transaksi, operasi maupun hubungan internasional, tetapi juga oleh penggunaan satu atau lebih negara sebagai tambahan dari negara yang bersangkutan yang sudah ada dalam data base. Perencanaan pajak internasional sebetulnya merupakan perluasan yang sederhana dari perencanaan pajak nasional. Dalam membuat model pengaturan yang paling tepat, penting sekali untuk mempertimbangkan.
4.    Apakah kepemilikan dari hak, surat berharga, dan lain-lain harus dikuasakan kepada satu atau lebih perusahaan, individu, atau kombinasi dari semuanya itu.
5.    Adakah hubungan antara berbagai individu dan entitas.

c.         Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan)
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategik perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak. Evaluasi tersebut meliputi :
1.  Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan,
2.  Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik,
3.  Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tapi gagal.

d.        Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax plans)
Hasil suatu perencanaan pajak bisa dikatakan baik atau tidak tentunya harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentu perencanaan pajak yang diinginan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perundang-undangan. Walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak yang bisa diperoleh, rencana tersebut harus tetap dijalankan. Karena begaimanapun juga kerugian yan ditanggung merupakan kerugian minimal.

e.         Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan).
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, namun juga masih perlu mempertimbangkan setiap perubahan yang terjadi baik undang-undang maupun pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak terhadap komponen dari suatu perjanjian, yang berkenaan dengan perubahan yang terjadi di luar negeri atas berbagai macam pajak maupun aktifitas informasi bisnis yang tersedia sangat terbatas. Pemutakhiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.

 

a.         Legal,  tidak bertentangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku
b.         Integral, merupakan bagian integral dari perencanaan menyeluruh perusahaan
c.         Valid, didukung dengan bukti-bukti yang memadai, misalnya: agreement. invoice dan accounting treatment.
d.        Cash flow,  berhubungan dengan kegiatan mengendalikan cash flow.
e.         Net Present Value, memaksimalkan net present value.



Strategi efesiensi PPh Badan akan lebih optimal apabila wajib pajak memahami timbulnya perhitungan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, yaitu UU No. 17 tahun 2000 dan peraturan pelaksanannnya. Karena terjadi perbedaan dalam perhitungan laba akuntansi dan laba kena pajak, perusahaan dapat memilih perlakuan pajak yang tepat sehingga dapat menghasilkan efisiensi pajak yang besar. Berikut ini adalah beberapa cara  perencanaan  pajak untuk PPh Badan.
a.       Menunda Penghasilan
Misalnya, pembukuan perusahaan ditutup pada tanggal 31 Desember. Pada bulan Desember tersebut terdapat lonjakan permintaan. Pajak atas laba akibat lonjakan permintaan tersebut sudah harus dibayar paling lambat tanggal 25 Maret tahun berikutnya. Di samping itu, angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya otomatis akan menjadi lebih besar. Bila memungkinkan, pengusaha dapat melakukan pendekatan kepada konsumen dan menjual barangnya pada awal bulan Januari tahun berikut. Dengan demikian, pembayaran pajaknya dapat ditunda 1 tahun.

b.      Mempercepat Pembebanan Biaya
Pada akhir tahun fiskal sebaiknya dilakukan review untuk melihat apakah ada biaya-biaya yang dapat segera dibebankan pada tahun ini. Misalnya, biaya konsultan hukum, konsultan pajak, dan auditor. Dengan demikian, seperti halnya dengan penundaan penghasilan, langkah seperti ini akan dapat menunda pembayaran pajak setahun. Namun demikian, di sisi lain, konsekuensi pembebanan biaya seperti di atas dapat mengakibatkan kewajiban pemotongan pajak seperti PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 (2) sudah harus dilakukan. Untuk itu, perusahaan juga harus mempertimbangkan aspek perpajakan yang satu ini. Ketika perusahaan untung, alternatif mempercepat pembebanan biaya seperti di atas akan lebih efektif karena PPh Badan dapat diturunkan sampai dengan 30% dari total biaya yang dibebankan, sedangkan dari sudut PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4(2), perusahaan harus memotong pajak sebesar masing-masing 6% atau 7,5% dan 10%.

c.       Mengoptimalkan Pengkreditan Pajak yang Telah Dibayar
Selain angsuran PPh Pasal 25, PPh yang dapat dikreditkan atas PPh Badan yang terutang pada akhir tahun adalah PPh yang dipotong/pungut pihak lain dan sifat pemotongan/pemungutannya tidak final. Perusahaan seringkali kurang memperoleh informasi mengenai hal ini. PPh yang dapat dikreditkan antara lain:
1.        PPh Pasal 22 atas impor atau pembelian solar dari Pertamina,
2.        PPh Pasal 23 dari bunga non bank, royalti,
3.        PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negeri, dan
4.        Pembayaran fiskal luar negeri karyawan (setoran a.n karyawan qq. Perusahaan berikut NPWP perusahaan),
5.        STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak) baik telah dibayar maupun belum
6.        PPh atas pengalihan tanah/bangunan,

Ketika menyusun rekonsiliasi fiskal, perusahaan harus memperoleh keyakinan yang cukup bahwa pajak yang dipotong/dipungut pihak lain benar-benar telah disetor oleh pemotong/pemungut pajak ke kas negara. Keyakinan demikian sangat diperlukan karena pada saat pemeriksaan pajak petugas akan menempuh prosedur konfirmasi ke bank tempat pajak yang telah dipotong/dipungut tersebut disetorkan atau ke KPP tempat pemotong/pemungut tersebut melaporkan SPT-nya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan ekualisasi setiap bulan antara bukti fisik pemungutan PPh 22 dan/atau pemotongan PPh 23 dengan Uang Muka PPh terkait yang telah dicatat di neraca. Jika timbul selisih, atas selisih tersebut dapat segera ditindaklanjuti dengan cara meminta pihak pemungut/pemotong pajak untuk menyerahkan bukti pemungutan/ pemotongannya.

d.      Mengajukan Permohonan Pengurangan Pembayaran Angsuran PPh pasal 25
Kenaikan pembayaran angsuran PPh pasal 25 disebabkan adanya:
1)  SKPKB PPh Badan tahun sebelumnya yang terbit pada tahun berjalan,
2)  Kenaikan laba pada tahun yang lalu,
3)  Kenaikan pada RKAP tahun berjalan (untuk BUMN/D)

Sebagaimana diatur di dalam Keputusan Dirjen Pajak No. Kep-537/PJ,/2000, apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, perusahaan dapat menunjukan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25, perusahaan dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala KPP tempat perusahaan terdaftar. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud di atas harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan perusahaan, Kepala KPP tidak memberikan keputusan, permohonan tersebut dianggap diterima dan perusahaan dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. Apabila dalam tahun pajak berjalan perusahaan mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25, besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yang terutang tersebut oleh perusahaan sendiri atau Kepala KPP terdaftar.

e.       Mengelola Transaksi yang Biayanya Tidak Boleh Dikurangkan Secara Fiskal
Seringkali staf akunting perusahaan menggunakan istilah yang kurang tepat untuk biaya-biaya tertentu sehingga pada waktu pemeriksaan pajak biaya-biaya tersebut tidak dapat dikurangkan. Contohnya:
1)  Biaya promosi, biaya keamanan, biaya pemasaran dibukukan dengan nama sumbangan.  Berdasarkan pasal 9 (1) huruf g UU PPh, sumbangan tidak diperkenankan dikurangkan sebagai biaya.
2)  Biaya perjalanan dinas dibukukan sebagai biaya perjananan direksi yang mengesankan sebagai biaya liburan direksi.
3)  Biaya latihan pegawai dibukukan sebagai biaya rekreasi pegawai.
4)  Pemberian uang tips kepada oknum di institusi tertentu atau dalam rangka pengurusan dokumen dicatat sebagai biaya lain-lain atau biaya entertainment yang tak bisa didukung dengan daftar entertainment.

f.        Penyertaan pada Perseroan Terbatas Dalam Negeri
Penyertaan modal saham pada PT dalam negeri dapat dilakukan atas nama PT atau perorangan. Apabila modal saham atas nama perorangan, dividen yang diperolah perorangan tersebut dikenakan PPh Pasal 23. Akan tetapi, apabila modal sahamnya atas nama PT dan atau BUMN/D, sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh, penerimaan dividen tersebut bukan merupakan objek pajak sepanjang dipenuhi kriteria berikut:
1)  Dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan
2)  Kepemilikan saham Perseroan Terbatas dan BUMN/D pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor, dan
3)  Perseroan Terbatas dan BUMN/D tersebut harus memiliki usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.

Syarat yang tercantum di butir a di atas mengandung pengertian bahwa kalau ternyata dividennya tidak dibagikan dari Retained Earning, tapi dari konversi agio saham, dividen tersebut otomatis menjadi objek pajak. Untuk PT dan BUMN/D yang hanya bersifat sebagai investment holding dan memperoleh penghasilan hanya dari dividen anak perusahaan, sesuai dengan persyaratan di atas, dividen tersebut menjadi objek pajak. Agar dividen tersebut diperlakukan sebagai non objek pajak, investment holding company tersebut harus punya usaha aktif secara minimal.

g.       Merger antara Perusahaan yang Terus Menerus Rugi dengan Perusahaan yang Laba
Dalam satu kelompok usaha kadangkala terdapat perusahaan yang terus merugi selama beberapa tahun, sedangkan perusahaan lainnya mudah menghasilkan laba. Secara kelompok perusahaan harus membayar PPh Badan atas laba yang lebih besar dari laba sebenarnya. Menurut Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-21/PJ.42/1999 tanggal 26 Mei 1999, bila kedua perusahaan tersebut digabungkan, akumulasi kerugian perusahaan yang merugi tersebut dapat dialihkan ke perusahaan gabungan sepanjang sebelumnya telah dilakukan revaluasi aktiva tetap. Bila kedua perusahaan tersebut digabungkan, secara konsolidasi perusahaan membayar atas laba sebenarnya.

h.      Transaksi Afiliasi
1.    Jenis transaksi afiliasi yang sangat berisiko bila ditinjau dari aspek perpajakan, di antaranya:
a)  Untuk transaksi usaha, Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan biaya untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
b)    Untuk pinjaman, Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan tingkat bunga yang wajar atas transaksi utang piutang antar pihak yang mempunyai hubungan isitimewa. Hal ini berarti akan merugikan perusahaan karena perusahaan harus memotong PPh Pasal 23 berdasarkan tingkat bunga wajar dan ada kemungkinan dikenakan sanksi oleh pihak pajak karena kurang memotong. Bagi perusahan induk, atas penghasilan bunga tersebut akan dikoreksikan positif sehingga laba kena pajak akan lebih tinggi
c)    Atas transaksi utang piutang berupa reimbursment cost yang biasa dilakukan antar induk dan anak perusahaan memiliki kemungkinan adanya implikasi perpajakan berupa kewajiban memungut PPN dan/ atau memotong PPh Pasal 23. Hal ini dapat terjadi apabila pihak pajak mengindikasikan adanya objek pemungutan PPN dan objek pemotongan pajak atas transaksi utang piutang affiliasi tersebut.
2     Hal-hal yang harus dilakukan:
a)    Diupayakan semaksimal mungkin agar transaksi pembelian barang atau pun pemanfaatan jasa, yang biasanya dilakukan melalui induk perusahan, dapat dilakukan langsung oleh perusahaan yang menggunakannya. Dengan demikian, tidak muncul adanya transaksi utang afiliasi antara anak perusahaan dengan induk perusahaan. Dengan cara ini, dapat diminimalkan risiko adanya pemungutan PPN maupun pemotongan PPh Pasal 23 karena transaksi utang piutang afiliasi.
b)    Dalam hal dilakukan pemberian pinjaman kepada anak perusahaan tanpa bunga, harus terpenuhi kriteria sebagaimana disebutkan dalam Surat Dirjen Pajak No. S-165/PJ.312/1992 tanggal 15 Juli 1992 yaitu :
(1)   Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham pemberi pinjaman itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain.
(2)   Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman kepada perusahaan penerima pinjaman telah setor dalam keadan seluruhnya.
(3)   Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan rugi.
(4) Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.

Apabila salah satu dari keempat unsur di atas tidak terpenuhi, atas pinjaman tersebut akan dilakukan koreksi oleh kantor pajak dan menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga wajar. Hal ini akan menambah beban biaya bagi perusahaan. Karena itu, apabila ada transaksi pinjam meminjam antara perusahaan dengan induk perusahaan, perlu dibuat perjanjian pinjaman yang sekurang-kurangnya memuat tentang pokok pinjaman, jangka waktu, dan tingkat bunga yang dibebankan. Seandainya tidak ada pembebanan bunga, hal tersebut harus secara tegas dinyatakan di dalam perjanjian tersebut.

i.        Piutang Tak Tertagih
Menurut UU PPh pasal 6 (1) huruf h, piutang yang nyata-nyata tidak dapat tagih dapat dibebankan sebagai biaya dengan syarat :
1)   Telah dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan rugi-laba komersial;
2)   Telah diajukan perkaranya ke Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antar kreditur dan debitur yang bersangkutan
3)   Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
4)   Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DirjenPajak.

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif, sedangkan syarat kedua dan ketiga tersebut tidak mudah dilakukan oleh perusahaan. Syarat kedua dapat dilakukan dengan memberitahukan bukti publikasi yang sudah didapatkan. Alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu dengan menjual piutang kepada pihak lain (debt factoring) dengan harga setelah dikurangi penghapusan piutang yang tertagih tersebut dan mengurangkan kerugian penjualan tersebut sebagai beban.

j.        Bunga Pinjaman dan Deposito
Seringkali uang kas yang menganggur (idle cash) untuk satu atau dua bulan perusahaan investasikan di bank dalam bentuk deposito berjangka. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 tahun 2000, atas bunga deposito dipotong pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 20%. Bila perusahaan tidak mempunyai utang, hal ini tidak menjadi masalah. Akan tetapi, bila perusahaan tersebut mempunyai utang dengan tingkat bunga yang lebih besar dari tingkat bunga deposito, perusahaan tersebut akan mengalami kerugian karena berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-46/PJ.42/1995, sebagian bunga atas utang tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya. Untuk menghindari masalah tersebut, beberapa cara yang dapat ditempuh perusahaan, antara lain:
1)    Perusahaan sebaiknya menempatkan dana yang belum dipergunakan dalam bentuk rekening giro, tidak dalam bentuk deposito. Jika memungkinkan dilakukan negosiasi dengan bank yang bersangkutan agar bunga gironya lebih besar dari biasanya karena saldo yang kita miliki cukup besar.
2)    Alternatif lain yang dapat diambil adalah dengan memanfaatkan dana tersebut di dalam instrumen keuangan yang tidak terkena pajak final, misalnya promes, didepositokan di luar negeri, atau dipinjamkan pada perusahaan afiliasi.

k.      Biaya Entertaiment
Seringkali perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal langsung melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment. Dengan demikian, perusahaan akan membayar pajak lebih besar 30% dari total biaya entertainment yang dikoreksi positif. Untuk menghindari beban pajak yang seharusnya, perusahaan membuat Daftar Nominatif dan melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh Badan serta menyimpan bukti pendukung pengeluaran entertainment tersebut. Dengan demikian, perusahaan akan memperoleh penghematan pajak sebesar 30% dari biaya entertainment yang boleh dikurangkan. Daftar nominatif berisi :
1)    Nomor urut.
2)    Tanggal “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
3)    Nama tempat “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
4)    Alamat “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan
5)    Jenis “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
6)    Jumlah (Rp) “entertainment” dan sejenisnya yang telah diberikan.
7)    Relasi usaha yang diberikan “entertainment” dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di atas (Nama, Posisi, Nama perusahaan, dan Jenis usaha)

Kadangkala perusahaan juga membebankan pemberian uang tips, uang pengurusan dokumen atau izin, uang jamuan pimpinan proyek ke dalam biaya entertainment atau biaya lain-lain, sementara daftar nominatifnya tidak dapat dibuat. Sebagai konsekuensinya, pada akhir tahun biaya entertainment yang tidak didukung daftar nominatif harus dikoreksi ketika menghitung PPh Badan. Agar penghematan PPh dapat dilakukan, perusahaan dapat mereklasifikasi biaya tersebut ke dalam pemberian honor atau imbalan kepada pihak ketiga. Penghitungan pajaknya dilakukan dengan cara gross-up sehingga penghematan pajaknya dapat dilakukan secara optimal. Akan tetapi bila perusahaan merugi, PPh Badannya akan nihil sehingga pembebanan ke biaya entertainment dapat dilakukan untuk menghemat pajak.

 

Strategi efisiensi PPh Badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan ini sangat tergantung dari kondisi perusahaan.
1)    Pada perusahaan yang memperoleh Penghasilan Kena Pajak yang telah dikenakan tarif tertinggi (di atas Rp. 100 juta) dan pengenaan PPh Badannya tidak final, diupayakan seminimal mungkin diberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in kind) karena pengeluaran ini non-deductible
2)    Bagi perusahaan yang masih rugi, pemberian natura dan kenikmatan (fringe benefit ) akan menurunkan PPh Pasal 21 sementara PPh Badan tetap nihil

Untuk efisiensi beban pajak, sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) sebaiknya dipilih karena jangka waktu leasing umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan seluruh pembayaran leasing (pokok dan bunga) dapat dibiayakan.  Misalnya, dibeli kendaraan operasi secara capital lease. Harga tunainya Rp 100 juta, uang muka Rp 35 juta dan bunga untuk tenor 3 tahun sebesar Rp 19,5 juta dan cicilan per bulan Rp 2.347.222 yang sudah termasuk pokok dan bunga. Dengan demikian, biaya pembayaran leasing selama setahun yang termasuk deductible expense sebesar Rp 28.166.664. Sementara itu, bila kendaraan tersebut dibeli tidak dengan capital lease, biaya penyusutan yang boleh dibebankan sebesar Rp 12.500.000.


Ekualisasi antara biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 21, 23/26, dan 4(2) dan masing-masing SPT Masa PPh sangat diperlukan agar selisih yang terjadi dapat segera diidentifikasi lebih dini. Secara ideal ekualisasi ini harus dilakukan sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan ke kantor pajak. Untuk lebih rincinya, pembahasan hal ini terdapat di bagian lain.




Ekualisasi omzet PPh Badan dengan PPN juga sangat diperlukan sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan ke kantor pajak agar selisih yang timbul dapat diidentifikasi lebih dini dan dicarikan penyebabnya. Untuk lebih rincinya, pembahasan hal ini terdapat di bab lain.
Strategi Perencanaan Pajak Untuk Efisiensi PPh Pasal 21
a.     Memahami Ketentuan PPh Pasal 21 dan Klasifikasi Objek PPh Pasal 21
       Dalam hal ini kita perlu mengetahui apa yang termasuk objek dan bukan objek pajak PPh Pasal 21, termasuk yang menjadi objek final dan tarifnya sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemotongannya.
b.    Memahami Saat Terutangnya Pajak
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU PPh, objek PPh Pasal 21 terdiri dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Istilah “diterima” mengandung pengertian cash basis, sedangkan “diperoleh” itu accrual basis. Kedua istilah ini, jika dikaitkan dengan perlakukan akuntansi, terkait dengan mana yang lebih dulu antara pengakuan biaya dan pembayaran. Artinya, pajak harus dipotong pada saat mana yang lebih dulu antara pengakuan biaya atau pembayaran kepada penerima penghasilan.
c.     Memahami Perlakuan Akuntansi untuk PPh Pasal 21
1) Pajak ditanggung karyawan
2)  Pajak ditanggung karyawan, tapi pemberi kerja memberikan tunjangan PPh senilai pajak terutang (metode gross-up)
d.    Menentukan benefit in cash atau benefit in kind untuk penghasilan pegawai
11.     Strategi efisiensi PPh Pasal 21 dan PPh Badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan ini sangat tergantung dari kondisi perusahaan.

1.   Pada perusahaan yang memperoleh Penghasilan Kena Pajak yang telah dikenakan tarif tertinggi (di atas Rp. 100 juta) dan pengenaan PPh Badannya tidak final, diupayakan seminimal mungkin diberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in kind) karena pengeluaran ini non-deductible/non objek pajak.
2     Bagi perusahaan yang masih rugi, pemberian natura dan kenikmatan (fringe benefit ) akan menurunkan PPh Pasal 21 sementara PPh Badan tetap nihil. Sebagaimana telah dibahas di atas tentang pemberian kesejahteraan karyawan, perusahaan yang masih rugi perlu meningkatkan penghasilan karyawan dalam bentuk benefit in kind agar PPh Pasal 21-nya bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri, di antaranya terdiri dari pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu 5%.


1)    Akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 21, khususnya yang terkait dengan pegawai tetap, dikumpulkan menjadi satu kelompok akun.
2)    Untuk setiap transaksi yang masih terkait dengan objek PPh Pasal 21 dan nantinya dilaporkan ke dalam formulir 1721-B, harus diberi kode khusus pada deskripsinya, misalnya #21# di awal deskripsinya. Hal ini untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir tahun sebelum SPT Tahunan PPh Pasal 21 dilaporkan ke kantor pajak
3)    Pada akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 21 yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan perhitungan menurut SPT Tahunan PPh Pasal 21.
a        Jika masih timbul selisih yang disebabkan oleh penghasilan pegawai tetap yang dilaporkan di dalam formulir 1721-A, teliti akun yang menampung iuran Jamsostek dan pastikan bahwa iuran Jaminan Hari Tua tidak termasuk dalam objek PPh Pasal 21.
b        Jika selisih tersebut disebabkan dari penghasilan yang dilaporkan dalam formulir 1721-B, teliti kelompok penghasilan mana yang belum dipotong pajaknya.


a.       Memahami ketentuan PPh Pasal 22 dan aturan pelaksanaannya.
b.       Khusus untuk perusahaan yang sering melalukan impor barang dan harus membayar PPh Pasal 22 sebagai prepaid tax, perlu dicermati hal-hal berikut ini:
1)       Pengajuan SKB dan “uang tambahan”
Di dalam praktiknya seringkali ditemukan bahwa proses pengajuan SKB PPh Pasal 22 harus membuat perusahaan mengeluarkan kocek tambahan untuk oknum petugas. SKB seringkali tidak dapat diterbitkan dengan segera apabila tidak ada “uang tambahan”. Hal sulit memproses pengeluaran uang dengan segera. Akibatnya, PT MBR meminta PT A untuk menanggung pajak-pajaknya dan akan menggantinya pekan berikutnya.

Yang terjadi adalah PT A tidak melakukan pembayaran pajak ke kas negara, tapi tetap membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22. Di dalam bukti pemungutan tersebut tertera pihak pemungutnya adalah Kantor Pelayanan Bea Cukai (KPBC), nama dan tanda tangan pejabat yang berwenang, serta stempel KPBC tersebut. Atas bukti pemungutan PPh Pasal 22 tersebut, PT A melakukan penagihan kepada PT MBR melalui mekanisme reimbursement.
c.       Khusus untuk BUMN/D yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 seperti diuraikan dalam tabel di bagian terakhir dari bab ini, perlu dicermati hal-hal berikut:
1)    Pastikan bahwa pemasok barang bersedia untuk dipungut PPh Pasal 22-nya dan hal ini harus tertulis di dalam kontrak, Surat Perintah Kerja (SPK), atau dokumen sejenisnya.
2)    Lakukan gross-up terhadap pembelian langsung yang tidak memungkinkan menggunakan kontrak, SPK atau dokumen sejenisnya, sementara pemasok barang tidak bersedia untuk dipungut pajaknya sesuai Pasal 22 UU PPh.

a.       Pahami ketentuan yang mengatur PPh Pasal 23 dan tarif pemotongannya.
b.       Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih dulu antara terutang (accrual basis) atau dibayarkan (cash basis), yang merujuk pada ketentuan Pasal 23 UU PPh.
c.       Pemisahan antara tagihan material dan jasa
Pastikan bahwa di dalam kontrak tentang pengadaan jasa, sebagaimana tersebut di tabel di bagian akhir dari bab ini, kecuali jasa konstruksi dan jasa catering, diatur mengenai pemisahan antara tagihan material dan jasa. Tujuannya adalah agar pajaknya hanya dikenakan atas jasanya.
d.      Waspadai penagihan dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja (labor/manpower supplier).

Contoh:
PT MBR mendapatkan tagihan dari manpower supplier PT X sebesar Rp 100 juta yang terinci menjadi Rp 10 juta untuk jasa dan Rp 90 juta untuk biaya gaji yang telah dibayarkan kepada karyawannya yang dipekerjakan di PT MBR. Atas tagihan tersebut, PT MBR harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 6% dari Rp 100 juta, bukan Rp 10 juta. Alasannya, berdasarkan Pasal 1 Keputusan Dirjen Pajak No. 170/PJ./2002, dijelaskan bahwa pemisahan dapat dilakukan jika terdapat unsur jasa dan material/barang. Sementara itu, Rp 90 juta yang merupakan biaya gaji dibayarkan kepada karyawan PT X, bukan PT MBR, sehingga mekanisme reimbursement tidak dapat dilakukan. Karena itu, pengenaan pajaknya dilakukan atas seluruh tagihan PT X.

e.       Ekualisasi biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 23
1)      Akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 23, khususnya yang terkait dengan objek PPh Pasal 23 dikumpulkan menjadi satu kelompok akun.
2)      Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, atas setiap transaksi yang terkait dengan objek PPh Pasal 23, harus diberi kode khusus pada deskripsinya, misalnya #23# di awal deskripsinya. Hal ini untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir tahun sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan ke kantor pajak.
3)      Pada akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 23 yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh Pasal 23. Jika masih timbul selisih, teliti
a)      Apakah pemotongan pajaknya dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di neraca (aktiva).
b)      Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak.

a.       Pahami ketentuan PPh Pasal 26 secara komprehensif.
b.       Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana lebih dulu antara terutang (accrual basis) atau dibayarkan (cash basis), sebagaimana diuraikan dalam Pasal 26 UU PPh
c.       Pahami isi tax treaty untuk tiap negara, khususnya yang berkaitan dengan transaksi yang dilakukan oleh perusahaan di dalam negeri dalam hal pembayarannya dilakukan ke perusahaan di luar negeri.
1)         Tuangkan klausul tentang kewajiban perusahaan di luar negeri yang menerima penghasilan untuk :
a)         menyediakan Surat Keterangan Domisili atau SKD (Certificate of Domicile atau CoD) sesuai dengan tahun diperolehnya penghasilan,
b)         memutakhirkan SKD tersebut setiap tahunnya, dan
c)         menyediakan salinan paspor tenaga ahli asing yang berkunjung ke Indonesia
2)         Minimalkan kunjungan tenaga ahli dari luar negeri sehubungan dengan jasa profesional agar timetest sebagaimana diatur di dalam tax treaty tidak terlampaui


Banyak perusahaan grup multinasional menggunakan tax havens sebagai media untuk tidak membayar pajak atas suatu transaksi. Biasanya sangat mudah untuk menciptakan transaksi tanpa pajak atau pajak yang sedikit melalui pergeseran pembayaran di negara tax havens. Misalnya, PT ABC dimiliki oleh SingTel Pte. Ltd. Singapura melalui anak perusahaannya SPV SingTel Ltd. yang berada di British Virgin Island atau BVI (sebuah kepulauan kecil yang berada di kepulauan Karibia Amerika). Apabila dipandang sudah tidak menguntungkan lagi, PT ABC tersebut dapat dijual ke perusahaan lainnya. Namun demikian, yang dijual adalah saham SingTel Pte. Ltd. di SPV SingTel Ltd., bukan saham SPV SingTel Ltd. di PT ABC. Sebagai konsekuensinya, PPh final sebesar 5% sebagaimana diatur dalam Keputusan Menkeu No. 434/KNK.04/1999 tidak akan dikenakan karena pemilik saham PT ABC secara langsung tetap perusahaan di BVI.

Strategi Perencanaan Pajak Untuk Efisiensi PPh Pasal 4 (2)
a.         Tingkatkan pemahaman yang komprehensif terhadap ketentuan PPh Pasal 4(2) khususnya yang terkait dengan sewa tanah dan atau bangunan.
b.         Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih dulu antara saat terutang (accrual basis) atau saat dibayarkan (cash basis)
c.         Ekualisasi biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 4(2)
1)         Akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 4(2), khususnya yang terkait dengan objek PPh Pasal 4(2) dikumpulkan menjadi satu kelompok akun.
2)         Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, atas setiap transaksi yang terkait dengan objek PPh Pasal 4(2), harus diberi kode khusus pada deskripsinya, misalnya #4(2)# di awal deskripsinya. Hal ini untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir tahun sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan ke kantor pajak.
3)         Pada akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 4(2) yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh Pasal 4(2). Jika masih timbul selisih, teliti
a)         Apakah pemotongan pajaknya dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di neraca (aktiva).
b)         Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak.


a.       Tingkatkan pemahaman yang komprehensif terhadap ketentuan PPh Pasal 15 seperti tergambar secara ringkas berikut ini.
b.       Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih dulu antara saat terutang (accrual basis) atau saat dibayarkan (cash basis).
c.       Ekualisasi biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 15
1)      Akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 15 dikumpulkan menjadi satu kelompok akun.
2)      Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, atas setiap transaksi yang terkait dengan objek PPh Pasal 15, harus diberi kode khusus pada deskripsinya, misalnya #15# di awal deskripsinya. Hal ini untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir tahun sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan ke kantor pajak.
3)      Pada akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 15 yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh Pasal 15. Jika masih timbul selisih, teliti :
a)         Apakah pemotongan pajaknya dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di neraca (aktiva).
b)         Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak.

        
            a.         Efisiensi Pajak Keluaran
1)      Untuk perusahaan yang berorientasi pada ekspor barang kena pajak, manfaatkan fasilitas PPN yang diberikan di kawasan berikat. Dalam hal ini perusahaan harus menjadi Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB). Dengan demikian, atas ekspor BKP tersebut, PPN terutang sebesar 0%, sedangkan PPN Masukannya dapat dikreditkan sepenuhnya.
2)      Penerbitan faktur pajak keluaran
a)  Pastikan bahwa penerbitan faktur pajak sudah sesuai dengan ketentuan, baik waktu dan validitasnya.
b)  Terbitkan faktur pajak keluaran pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan apabila karakteristik penjualan produknya menunjukkan bahwa piutang usaha dilunasi dalam jangka waktu lebih dari satu bulan. Dengan cara demikian, pelunasan PPN Keluaran ke kas negara dapat ditunda.
c)  Terbitkan faktur pajak keluaran pada saat menerbitkan faktur komersial jika karakteristik penjualan produknya menunjukkan bahwa piutang usaha dilunasi dalam jangka waktu tidak lebih dari satu bulan. Dengan cara demikian, proses ekualisasi antara omzet penjualan menurut PPh Badan dan penyerahan menurut SPT Masa PPN lebih mudah dilakukan.
d) Terbitkan faktur pajak pada saat diterima pembayaran termin, khususnya untuk penyerahan yang didasarkan pada metode prosentase penyelesaian (percentage-of-completion method), seperti jasa asistensi, jasa audit, atau jasa konstruksi.
3)      Pastikan bahwa faktur pajak yang cacat (void) tetap disimpan secara baik karena biasanya perusahaan langsung mencetak nomor seri faktur pajak secara berurutan pada saat faktur pajak tersebut dibuat. Dengan demikian, pada saat pemeriksa pajak melakukan sampling test dalam bentuk pengurutan nomor seri faktur pajak keluaran, penemuan nomor yang tidak urut di formulir 1195-A1 dapat langsung bisa diklarifikasi.
4)      Pastikan bahwa diskon tercantum di dalam faktur pajak standar agar dasar pengenaan PPN-nya dapat berkurang sebesar diskon tersebut.
5)      Pastikan bahwa item “Harga Jual/Penggantian/Termijn/Uang Muka” di dalam setiap faktur pajak yang diterbitkan dicoret sesuai dengan petunjuk “Coret yang tidak perlu”.
6)      Lakukan ekualisasi antara omzet penjualan menurut PPh Badan dan penyerahan menurut rekapitulasi SPT Masa PPN selama satu tahun pajak. Apabila terdapat selisih, teliti unsur-unsur berikut ini:
a)       Penggunaan kurs yang berbeda pada saat pencatatan ke buku besar yang biasanya digunakan kurs tengah BI dan pada saat pembuatan faktur pajak yang biasanya digunakan kurs menurut Keputusan Menteri Keuangan yang terbit setiap minggunya (kurs pajak).
b)      Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma yang tidak diakui sebagai penjualan menurut PPh Badan, tapi diakui sebagai penyerahan terutang PPN.
c)       Penjualan di bulan Desember yang faktur pajaknya dibuat di bulan Januari tahun berikutnya.
d)      Objek PPN yang tidak seluruhnya dicatat pada akun pendapatan usaha, tapi di pendapatan dari luar usaha.
e)       Penggunaan percentage-of-completion method untuk perusahaan konstruksi. Dalam hal ini secara PPh Badan pengakuan penghasilan sudah menjadi objek PPh, tapi secara PPN pengakuan tersebut belum merupakan penyerahan yang terutang PPN karena PPN terutang pada saat diterima pembayaran termin.
b.      Efisiensi Pajak Masukan
1)    Pastikan bahwa faktur pajak standar yang diterima dari pemasok tidak cacat
2)    Mintakan segera faktur pajak masukan tersebut agar dapat dikreditkan dengan pajak keluaran pada saat pelaporan SPT Masa PPN
3)    Lakukan transaksi dengan pemasok yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak agar seluruh pajak masukannya dapat dikreditkan dan tanggung jawab renteng sebagaimana diatur di dalam Pasal 33 UU KUP dapat dihindari (Pasal 33 tersebut sudah dihapus dalam UU Nomor 18 tahun 2007)
4)    Tuangkan di dalam klausul perjanjian bahwa PPN, yang dipungut oleh pemasok, disetorkan dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Apabila tidak, sanksi dapat dikenakan terhadap pemasok yang wanprestasi. Hal ini perlu dilakukan karena pada saat pemeriksaan petugas selalu menempuh prosedur konfirmasi atas setiap PPN yang telah dipungut. Konfirmasi dilakukan pada KPP tempat pemasok tersebut terdaftar. Apabila jawaban konfirmasinya negatif, otomatis pemeriksa pajak tidak dapat mengakui pengkreditan yang telah dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang tengah diperiksa.

 



Setelah tahap perencanaan, maka langkah selanjutnya adalah mengimpelementasikannya baik secara formal maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku. manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanaanya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktik tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.

 Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu :
a)        Memahami ketentuan peraturan perpajakan
b)        Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat
Apabila implementasi tax planning pada perusahaan dilakukan secara baik dan benar, hal tersebut akan memberikan beberapa manfaat bagi perusahaan yang diantaranya, adalah:
1)         Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapat diminimalisasi dalam proses operasional perusahaan.
2)        Mengatur aliran kas, dengan tax planning yang dikelola secara cermat, perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat, mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak dan menentukan waktu pembayarannya, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang mengakibatkan denda atau sanksi.
.

Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak.
Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar (Sophar Lumbantoruan, 1996), yaitu:
a) Pergeseran pajak, merupakan pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian orang atau badan yang dikenakan pajak mungkin sekali tidak menanggungnya.
b) Kapitalisasi, merupakan pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli.
c) Transformasi, merupakan cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh pabrikan dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.
d) Tax Evasion,
e) Tax Avoidance,

           
                        Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak.
Ada 3 (tiga) unsur perpajakan yang memotivasi dilakukannya perencanaan pajak:
1.        Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy)
Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan.
Terdapat faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu:
a)        Pajak yang akan dipungut
b)        Siapa yang akan dijadikan subjek pajak
c)        Apa saja yang merupakan objek pajak
d)       Berapa besarnya tarif pajak
e)        Bagaimana prosedurnya
2.        Undang-undang Perpajakan (Tax Law)
Kita menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain(Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan DIrektur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya.
3.  Administrasi Perpajakan (Tax Administration)
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan:
1.                  Rate of tax
Terpilihnya tarif pajak sebagai alat tax planning karena disadari bahwa semakin tinggi tarif yang dikenakan, beban pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak semakin besar. Yang dihindari dalam hal ini adalah marginal rates of tax bukan rata-rata tarif pajak yang ditanggung.
2.                  Base of tax
Perilaku wajib pajak jika melakukan Tax Planning yang didasarkan pada base of tax akan berhadapan dengan pilihan mengenakan dirinya untuk dibebani pajak dari pendapatan tabungan, investasi atau dari sumber lainnya. Dengan membuat tabel berapa tarif pajak atas masing-masing penghasilan dikaitkan dengan tingkat pengembalian (yield required) dari investasi yang diinginkan, wajib pajak akan dapat memilih yang paling menguntungkan (pajak yang minimal).
3.       Loopholes
Keadaan ini dimungkinkan oleh karena terdapat celah ketentuan perundang-undangan perpajakan untuk membayar pajak lebih sedikit atau bahkan tanpa membayar sama sekali misalnya terhindarnya PPh atas bunga sertifikat Bank Indonesia apabila deposan Indonesia membeli SBI lewat bank di luar negeri.
4.       Tax Shelter
Wajib pajak memanfaatkan kesempatan mengurangi beban pajak oleh karena adanya fasilitas di dalam undang-undang perpajakan yang memang sengaja diberikan pemerintah, seperti diperkenankan penyusutan dipercepat di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).
5.       Tax Havens

Wajib pajak memanfaatkan kesempatan mengurangi beban pajak oleh karena negara tertentu menganut paham no-tax havens untuk income tax seperti pada Cayman Island atau hanya mengenakan pajak pada pendapatan lokal saja (taxing only local income) seperti di Liberia, special privilages atas penghasilan International Business Companies seperti di Luxemburg, dan low tax havens with treaty benefits bagi negara yang melakukan tax treaties.

6 comments:

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...

thanks for share, so helpful

Unknown said...

thanks for share, so helpful

mdy2209 said...

disini dibahas dari aspek manajemen bahwa tax saving bisa dilakukan dengan: Penundaan Pembayaran Kewajiban Pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran sampai dengan batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
pertanyaan saya : bukankah faktur harus diterbitkan saat terutangnya PPn atau saat dimana BKP atau JKP diserahkan? jadi ini bagaimana ya maksud kontek point d dari aspek manajemen yang dijelaskan...

mdy2209 said...

disini dibahas dari aspek manajemen bahwa tax saving bisa dilakukan dengan: Penundaan Pembayaran Kewajiban Pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran sampai dengan batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
pertanyaan saya : bukankah faktur harus diterbitkan saat terutangnya PPn atau saat dimana BKP atau JKP diserahkan? jadi ini bagaimana ya maksud kontek point d dari aspek manajemen yang dijelaskan...

CHRISTABEL MISSAN LOAN COMPANY said...

KABAR BAIK!!!

Nama saya Dian Pelangi dari Jakarta di Indonesia, saya adalah perancang busana dan saya ingin menggunakan media ini untuk memberi tahu setiap orang untuk berhati-hati dalam mendapatkan pinjaman di internet, begitu banyak kreditur pinjaman di sini adalah penipu dan mereka ada di sini. curang Anda dengan susah payah uang Anda, saya mengajukan pinjaman sekitar Rp700,000,000 wanita di Malaysia dan saya kehilangan sekitar 27 juta tanpa mengambil pinjaman, saya membayar hampir 27 juta masih saya tidak mendapatkan pinjaman dan bisnis saya adalah Tentang menabrak karena hutang.

Sebagai pencarian saya untuk perusahaan pinjaman pribadi yang andal, saya melihat iklan online lainnya dan nama perusahaannya adalah WORLD LOANS COMPANY. Saya kehilangan jumlah 13 juta dengan mereka dan sampai hari ini, saya tidak pernah menerima pinjaman yang saya usulkan.

Tuhan jadilah kemuliaan, teman-teman saya yang mengajukan pinjaman juga menerima pinjaman semacam itu, mengenalkan saya kepada perusahaan yang dapat dipercaya dimana Ibu Christabel bekerja sebagai manajer cabang, dan saya mengajukan pinjaman sebesar Rp700.000.000 dan
Saya sangat senang karena ALLAH menggunakan teman saya yang menghubungi mereka dan mengenalkan saya kepada mereka dan karena saya diselamatkan dari membuat bisnis saya melonjak ke udara dan dilikuidasi dan sekarang bisnis saya terbang tinggi dalam bahasa Indonesia dan tidak ada ntak
Ibu Christabel melalui email: (christabelloancompany@gmail.com)

Anda masih bisa menghubungi saya jika Anda memerlukan informasi lebih lanjut melalui email: (lianmeylady@gmail.com)

Sekali lagi terima kasih untuk membaca kesaksian saya, dan semoga Tuhan terus memberkati kita dan memberi kita hidup yang panjang dan sejahtera dan semoga Tuhan melakukan pekerjaan baik yang sama dalam hidup Anda.mereka meminta surat kepercayaan saya, Dan setelah mereka selesai memverifikasi detail saya, pinjaman tersebut disetujui untuk saya dan saya pikir itu adalah sebuah lelucon, dan mungkin inilah salah satu tindakan curang yang membuat saya kehilangan uang, tapi saya tercengang. Ketika saya mendapat pinjaman saya dalam waktu kurang dari 24 jam dengan suku bunga rendah 2% tanpa agunan.yang akan mengatakannya Dia tidak tahu tentang perusahaan mode saya

Jadi saya saran setiap orang yang tinggal di Indonesia dan negara lain yang membutuhkan pinjaman untuk satu tujuan atau yang lain untuk silahkan ko

Post a Comment

 

Welcome Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review