A. Definisi, Asas
dan Tujuan Bank Syariah
Dalam
pasal 1 undang-undang No. 21 tahun 2008 definisi bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank terdiri dari dua jenis yaitu bank
konvesional dan bank syariah. Bank konvesional adalah bank yang menjalankan
kegiatan usahanya secara konvensional, yang terdiri atas bank umum konvensional
dan bank pengkreditan rakyat (BPR) sedangkan bank syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas
bank umum syariah (BUS) dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Prinsip
syariah adalah prinsip hokum islam dalam kegiatan perbankan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penerapan fatwa di
bidang syariah. BUS adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam
lalulintas pembayaran sedangkan BPRS adalah bank syariah yang dalam
melaksanakan kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Unit usaha syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat.
Bank
umum konfensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja dikantor cabang
dari suatu bank yang berkedudukan diluar negeri yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dan kantor
cabang pembantu dan/atau unit syariah.
Terkait
dengan asas operasional bank syariah berdasarkan pasal 2 UU No.21 tahun 2008
disebutkan bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan
prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Sedangkan tujuan
bank syariah berdasarkan pasal 3
dinyatakan bahwa perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat.
Karakteristik Bank Syariah
Bank Syariah beroperasi atas dasar
prinsip bagi hasil (profit sharing) hal ini merupakan karakteristik umum dan
landasan dasar bagi operasional bank islam secara keseluruhan. Bank syariah
adalah bank yang beazaskan antara lain azas kemitraan, azas keadilan, azas
transparansi dan azas universal. Serta melakukan usaha perbankan berdasarkan
prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip
ekonomi islam dengan karakteristik anatara lain sebagai berikut :
a.
Pelarangan
riba dalam berbagai bentuk
b.
Tidak
mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money)
c.
Konsep
uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
d.
Tidak
di perkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
e.
Tidak
diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang
f.
Tidak
di perkenankan dua transaksi dalam satu akad
B. Fungsi Bank Syariah
Berdasarkan pasal 4 UU No 21 Tahun 2008
tentang perbankan syariah, disebutkan bahwa Bank Syariah wajib menjalankan
fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank Syariah juga dapat
menjalankan fungsi sosial dalam bentuk
lembaga baitulmal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah atau dana sosial lainnya (antara lain denda terhadap nasabah atau ta’azir)
dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat
Dalam beberapa literatur perbankan syariah dengan beragam
skema transaksi yang dimiliki dalam skema non – riba memiliki setidaaknya ada
empat fungsi, yaitu :
1.
Fungsi Manajemen Investasi
Dengan fungsi ini, bank
syariah bertindak sebagai manajer
investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat
disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat
menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana.
2.
Fungsi Investor
Dalam penyaluran dana , bank
syariah berfungsi sebagai investor (pemiliik dana). Sebagai investor, penanaman
dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor – sektor yang
produktif dengan resiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah.
Selain itu dalam menginvestasikan dana bank syariah harus menggunakan alat
investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah
meliputii akad jual beli (murabahah, salam, dan istishna), akad investasi
(mudharabah dan musyarakah), akad sewa – menyewa (ijarah dan iijarah muntahiya
bittaamlik), dan akad lainnya yang diperbolehkan oleh syariah.
3.
Fungsi Sosial
Fungsi sosial bank syariah
merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Setidaknya ada dua instrumen
yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu:
a.
Instrumen Zakat, Infak, Sadaqah, dan wakaf (ZISWAF)
Instrumen ZISWAF berfungsi untuk
menghimpun ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai
lembaga milik para insvestor , dana yang dihimpun melalui instrumen ZISWAF selanjutnya akan
disalurkan kepada yang berhak dalam bentuk bantuan atau hibah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya
b.
Instrumen Qardhul Hasan
c.
Instrumen Qardhul Hasan berfungsii menghimpun
dana dan penerimaan yangg tidak memenuhi kriteria halal serta dana infak dan
sedekah yang tidak ditentukan peruntukannya secara spesifik oleh pemberi.
Selajutnya dana Instrumen Qardhul Hasan Disalurkan untuk :
v
Pengadaan atau perbaikan kualitas fasilitas
sosial dan fasilitas umum masyarakat (terutama bagi dana yang berasal dari
penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal)
v
Sumbangan atau hibah kepada yang berhak
v
Pinjaman
tanpa bunga yang diprioritaskan pada masyarakat golongan ekonomi lemah,
tetapi memiliki potensi dan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman tersebut.
4.
Fungsi Jasa Keuangan
Fungsi jasa keuangan yang
dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti
memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of
quarantee, letter of credit, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam hal
mekanisme mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah harus
tetap menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah.
C. Sistem Operasional Bank Syariah
1. Sistem Penghimpunan
Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito. Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas :
Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito. Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas :
a. Modal
Modal
adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat
digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang
secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu,
modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan
menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja
bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya. Mekanisme
penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan
melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham
perseroan bank.
b. Titipan (Wadi’ah)
Salah
satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan
menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah
al-wadi’ah.Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan
bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak
untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Investasi (Mudharabah)
Akad
yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan
kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib),
dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah
berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return
dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank
seperti halnya pada bank konvensional.
2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)
2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Produk
penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna.
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna.
b.
Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan
prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat.
Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun
perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek
transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
c.
Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna
mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.Prinsip bagi
hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola
musyarakah dan mudharabah. Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan
pola hiwalah, rahn, al-qardh, wakalah, dan kafalah.
D. Prinsip Dalam
Penghimpunan Dana Bank Syariah
Penghimpunan dana dari masyarakat yang
dilakukan oleh bank konvensional maupun syariah dilakukan dengan menggunakan
instrumen tabungan, deposito, dan giro yang secara total biasa disebut dengan
dana pihak ketiga. Akan tetapi, pada bank syariah, klasifikasi penghimpunan
dana bank syariah tidak didasarkan pada nama instrumen tersebut melainkan
berdasarkan pada prinsip yang digunakan. Berdasarkan
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN),
prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua, yaitu
prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
Wadiah
berarti titipan dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan
hukum yang harus dijaga dan dikembalikan oleh yang penerima titipan, kapan pun
si penitip menghendaki.
Wadiah
dibagi menjadi dua, yaitu : Wadiah Yad-dhamanah dan Wadiah Yad-amanah.
Wadiah Yad-dhamanah
adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan
oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh
keuntungan, maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan.
Wadiah Yad-amanah
adalah penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut
sampai si penitip mengambil kembali titipannya.
Penerima titipan dalam transaksi wadiah
dapat meminta imbalan (ujrah) kepada penitip atas jasanya dalam menjaga barang
atau uang titipan. Sebaliknya, jika si penerima titipan, khususnya yang
menggunakan akad wadiah yad-dhamanah merasa mendapat manfaat atas sesuatu yang
dititipi, maka si penerima titipan boleh memberikan bonus kepada penitip dari
hasil pemanfaatannya dengan syarat bonus tersebut tidak dijanjikan sebelumnya dan
besarnya bergantung pada penerima titipan.
Prinsip wadiah yang lazim digunakan dalam
perbankan syariah adalah wadiah yad-dhamanah dan biasa disingkat denga wadiah.
Prinsip ini dapat diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana berupa giro dan tabungan.
Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga
pada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, ATM, sarana perintah pembayaran lainnya, atau
dengan cara pemindahbukuan.
Tabungan wadiah adalah titipan pihak
ketiga pada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati dengan menggunakan kuintansi, kartu ATM, sarana
perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan.
Mudharabah
adalah perjanjian atas suatu jenis kerja sama usaha dimana pihak pertama
menyediakan dana dan pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha.
Pihak yang menyediakan dana biasa disebut dengan istilah shahibul maal, sedangkan pihak yang
mengelola usaha disebut dengan istilah mudharib.
Berdasarkan PSAK 105, mudharabah dibagi menjadi tiga :
l Mudharabah
muthlaqah (investasi tidak terikat) adalah mudharabah yang member kuasa kepada
mudharib secara penuh untuk menjalankan usaha tanpa batasan apapun yang
berkaitan dengan usaha tersebut
l Mudharabah
muqayyadah (investasi terikat) adalah shahibul maal memberi batasan kepada
mudharib dalam pengelolaan dana berupa jenis usaha, tempat, pemasok, maupun
konsumen.
l Mudharabah
musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal
atau dananya dalam kerja sama investasi.
Pada dasarnya, semua bentuk kegiatan
penghimpunan dana bank syariah (tabungan, deposito, dan giro) dapat menggunakan
prinsip mudharabah muthlaqah. Perbankan syariah di Indonesia pada umumnya
menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah, kendati hanya ditulis tabungan
mudharabah dan deposito mudharabah.
Tabungan mudharabah adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yagn dipersamakan dengan itu.
Perbedaan tabungan wadiah dan tabungan mudharabah terletak
pada 3 aspek :
l Sifat
dana
l Insentif
l Pengembalian
dana
Deposito mudharabah adalah simpanan dana
dengan skema pemilik dana (shahibul maal) memercayakan dananya untuk dikelola
bank (mudharib) dengan hasil yang diperoleh dibagi antara pemilik dana dan bank
dengan nisbah yang disepakati sejak awal.
E. Prinsip Penyaluran
Dana Bank Syariah
Penyaluran dana bank syariah dilakukan
dengan menggunakan skema jual beli, skema investasi, dan skema sewa. Skema jual beli memiliki beberapa
bentuk, yaitu murabahah, salam, dan
istishna’. Skema investasi
terdiri atas dua jenis, yaitu mudharabah
dan musyarakah. Sementara itu, skema
sewa terdiri atas ijarah dan ijarah
muntahiya bittamlik.
F. Prinsip Dalam Pelaksanaan
Fungsi Jasa Keuangan Perbankan
Pelaksanaan fungsi jasa keuangan perbankan
dapat menggunakan prinsip-prinsip transaksi syariah yang telah difatwakan oleh
DSN. Beberapa prinsip itu adalah prinsip wakalah, kafalah, sharf, ijarah.
Prinsip Wakalah
Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandate. Dalam konteks muamalah, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh
seseorang (muwakkil) kepada orang lain (wakil) dalam hal-hal yang mewakilkan.
Hal-hal yang diwakilkan haruslah :
·
Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
·
Tidak bertentangan dengan syariah Islam.
·
Dapat diwakilkan menurut syariah Islam.
·
Prinsip Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung
(kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makfuul ’anhu ‘ashil). Dalam fatwa DSN Nomor 11 Tahun 2000, kafalah
adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu
‘ashil).
Prinsip Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang
(muhil) kepada orang lain yang menanggungnya (muhal ‘alaih). Dalam praktik
perbankan, prinsip hawalah dapat digunakan untuk transaksi anjak piutang, di
mana para nasabah yang memiliki pituang kepada pihak ketiga memindahkan piutang
itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari
pihak ketiga itu.
Prinsip Sharf
Prinsip sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi
jual beli mata uang, baik antara mata uang sejenis maupun antar mata uang
berlainan jenis.
Prinsip Ijarah
Prinsip ijarah merupakan prinsip yang sangat banyak digunakan
dalam pelaksanaan fungsi jasa keuangan bank syariah. Berdasarkan fatwa DSN
Nomor 9 Tahun 2000, disebutkan bahwa objek ijarah adalah manfaat dari
penggunaan barang atau jasa. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat
barang disebut sewa menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk medapatkan manfaat
orang disebut upah-mengupah (Karim, 2004).
Larangan Bagi Bank Syariah
Larangan bagi BUS dan UUS diatur dalam pasal 24 UU Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam pasal ini disebutkan bahwa baik BUS
maupun UUS dilarang untuk :
1. Melakukan
kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah.
2. Melakukan
kegiatan jual beli saham secara langsung dari pasar modal.
3. Melakukan
penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 tentang kegiatan
BUS dan UUS dan,
4. Melakukan
kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi
syariah
Adapun larangan bagi BPRS diatur dalam pasal 25 yang meliputi
larangan untuk :
1. Melakukan
kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menerima
simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
3. Melakukan
kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin
Bank Indonesia.
4. Melakukan
kegiatan usaha peransuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi
syariah.
5. Melakukan
penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi
kesulitan likuiditas BPRS, dan
6. Melakukan
usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 tentang
kegiatan BPRS.
0 comments:
Post a Comment