Friday, September 19, 2014

SISTEM DAN OPERASIONAL BANK SYARIAH

Posted by Akuntansi at 7:59 AM
A. Definisi, Asas dan Tujuan Bank Syariah
Dalam pasal 1 undang-undang No. 21 tahun 2008 definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank terdiri dari dua jenis yaitu bank konvesional dan bank syariah. Bank konvesional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional, yang terdiri atas bank umum konvensional dan bank pengkreditan rakyat (BPR) sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank umum syariah (BUS) dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Prinsip syariah adalah prinsip hokum islam dalam kegiatan perbankan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penerapan fatwa di bidang syariah. BUS adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran sedangkan BPRS adalah bank syariah yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit usaha syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat.
Bank umum konfensional yang berfungsi sebagai kantor induk  dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja dikantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan diluar negeri yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dan kantor cabang pembantu dan/atau unit syariah.

Terkait dengan asas operasional bank syariah berdasarkan pasal 2 UU No.21 tahun 2008 disebutkan bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Sedangkan tujuan bank syariah berdasarkan pasal 3  dinyatakan bahwa perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Karakteristik Bank Syariah
       Bank Syariah beroperasi atas dasar prinsip bagi hasil (profit sharing) hal ini merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank islam secara keseluruhan. Bank syariah adalah bank yang beazaskan antara lain azas kemitraan, azas keadilan, azas transparansi dan azas universal. Serta melakukan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi islam dengan karakteristik anatara lain sebagai berikut :
a.         Pelarangan riba dalam berbagai bentuk
b.        Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money)
c.         Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
d.        Tidak di perkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
e.         Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang
f.         Tidak di perkenankan dua transaksi dalam satu akad



B. Fungsi Bank Syariah
Berdasarkan pasal 4 UU No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, disebutkan bahwa Bank Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank Syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial  dalam bentuk lembaga baitulmal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya (antara lain denda terhadap nasabah atau ta’azir) dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat
Dalam beberapa literatur perbankan syariah dengan beragam skema transaksi yang dimiliki dalam skema non – riba memiliki setidaaknya ada empat fungsi, yaitu :
1.      Fungsi Manajemen Investasi
Dengan fungsi ini, bank syariah  bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank syariah  dan pemilik dana.
2.      Fungsi Investor
Dalam penyaluran dana , bank syariah berfungsi sebagai investor (pemiliik dana). Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor – sektor yang produktif dengan resiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah. Selain itu dalam menginvestasikan dana bank syariah harus menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah meliputii akad jual beli (murabahah, salam, dan istishna), akad investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa – menyewa (ijarah dan iijarah muntahiya bittaamlik), dan akad lainnya yang diperbolehkan oleh syariah.
3.      Fungsi Sosial
Fungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Setidaknya ada dua instrumen yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu:
a.       Instrumen Zakat, Infak, Sadaqah, dan wakaf   (ZISWAF)
Instrumen ZISWAF berfungsi untuk menghimpun ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga milik para insvestor , dana yang dihimpun  melalui instrumen ZISWAF selanjutnya akan disalurkan kepada yang berhak dalam bentuk bantuan atau hibah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
b.      Instrumen Qardhul Hasan
c.       Instrumen Qardhul Hasan berfungsii menghimpun dana dan penerimaan yangg tidak memenuhi kriteria halal serta dana infak dan sedekah yang tidak ditentukan peruntukannya secara spesifik oleh pemberi. Selajutnya dana Instrumen Qardhul Hasan Disalurkan untuk :
v Pengadaan atau perbaikan kualitas fasilitas sosial dan fasilitas umum masyarakat (terutama bagi dana yang berasal dari penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal)
v Sumbangan atau hibah kepada yang berhak
v Pinjaman  tanpa bunga yang diprioritaskan pada masyarakat golongan ekonomi lemah, tetapi memiliki potensi dan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman tersebut.

4.      Fungsi Jasa Keuangan
Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of quarantee, letter of credit, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam hal mekanisme mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah harus tetap menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah.

C. Sistem Operasional Bank Syariah
 
Gambar : Alur mekanisme Sistem Operasional Bank Syariah

1. Sistem Penghimpunan Dana                      
Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito. Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas :
a.  Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya. Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.
b. Titipan (Wadi’ah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah.Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.
2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah. Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hiwalah, rahn, al-qardh, wakalah, dan kafalah.
D. Prinsip Dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah
Penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh bank konvensional maupun syariah dilakukan dengan menggunakan instrumen tabungan, deposito, dan giro yang secara total biasa disebut dengan dana pihak ketiga. Akan tetapi, pada bank syariah, klasifikasi penghimpunan dana bank syariah tidak didasarkan pada nama instrumen tersebut melainkan berdasarkan pada prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua, yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
Wadiah berarti titipan dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan oleh yang penerima titipan, kapan pun si penitip menghendaki.
Wadiah dibagi menjadi dua, yaitu : Wadiah Yad-dhamanah dan Wadiah Yad-amanah.
Wadiah Yad-dhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan, maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan.
Wadiah Yad-amanah adalah penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai si penitip mengambil kembali titipannya.
Penerima titipan dalam transaksi wadiah dapat meminta imbalan (ujrah) kepada penitip atas jasanya dalam menjaga barang atau uang titipan. Sebaliknya, jika si penerima titipan, khususnya yang menggunakan akad wadiah yad-dhamanah merasa mendapat manfaat atas sesuatu yang dititipi, maka si penerima titipan boleh memberikan bonus kepada penitip dari hasil pemanfaatannya dengan syarat bonus tersebut tidak dijanjikan sebelumnya dan besarnya bergantung pada penerima titipan.
Prinsip wadiah yang lazim digunakan dalam perbankan syariah adalah wadiah yad-dhamanah dan biasa disingkat denga wadiah. Prinsip ini dapat diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana berupa giro dan tabungan.
Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, ATM, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan.
Tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati dengan menggunakan kuintansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan.
Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis kerja sama usaha dimana pihak pertama menyediakan dana dan pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha.
Pihak yang menyediakan dana biasa disebut dengan istilah shahibul maal, sedangkan pihak yang mengelola usaha disebut dengan istilah mudharib.
Berdasarkan PSAK 105, mudharabah dibagi menjadi tiga :
l  Mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) adalah mudharabah yang member kuasa kepada mudharib secara penuh untuk menjalankan usaha tanpa batasan apapun yang berkaitan dengan usaha tersebut
l  Mudharabah muqayyadah (investasi terikat) adalah shahibul maal memberi batasan kepada mudharib dalam pengelolaan dana berupa jenis usaha, tempat, pemasok, maupun konsumen.
l  Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.

Pada dasarnya, semua bentuk kegiatan penghimpunan dana bank syariah (tabungan, deposito, dan giro) dapat menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Perbankan syariah di Indonesia pada umumnya menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah, kendati hanya ditulis tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Tabungan mudharabah adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yagn dipersamakan dengan itu.
Perbedaan tabungan wadiah dan tabungan mudharabah terletak pada 3 aspek :
l  Sifat dana
l  Insentif
l  Pengembalian dana
Deposito mudharabah adalah simpanan dana dengan skema pemilik dana (shahibul maal) memercayakan dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan hasil yang diperoleh dibagi antara pemilik dana dan bank dengan nisbah yang disepakati sejak awal.

E. Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah
Penyaluran dana bank syariah dilakukan dengan menggunakan skema jual beli, skema investasi, dan skema sewa. Skema jual beli memiliki beberapa bentuk, yaitu murabahah, salam, dan istishna’. Skema investasi terdiri atas dua jenis, yaitu mudharabah dan musyarakah. Sementara itu, skema sewa terdiri atas ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik.


F. Prinsip Dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan Perbankan
Pelaksanaan fungsi jasa keuangan perbankan dapat menggunakan prinsip-prinsip transaksi syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Beberapa prinsip itu adalah prinsip wakalah, kafalah, sharf, ijarah.
Prinsip Wakalah
Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandate. Dalam konteks muamalah, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang (muwakkil) kepada orang lain (wakil) dalam hal-hal yang mewakilkan. Hal-hal yang diwakilkan haruslah :
·         Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
·         Tidak bertentangan dengan syariah Islam.
·         Dapat diwakilkan menurut syariah Islam.
·          
Prinsip Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ’anhu ‘ashil). Dalam fatwa DSN Nomor 11 Tahun 2000, kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu ‘ashil).
Prinsip Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil) kepada orang lain yang menanggungnya (muhal ‘alaih). Dalam praktik perbankan, prinsip hawalah dapat digunakan untuk transaksi anjak piutang, di mana para nasabah yang memiliki pituang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
Prinsip Sharf
Prinsip sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata uang, baik antara mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
Prinsip Ijarah
Prinsip ijarah merupakan prinsip yang sangat banyak digunakan dalam pelaksanaan fungsi jasa keuangan bank syariah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 9 Tahun 2000, disebutkan bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang atau jasa. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk medapatkan manfaat orang disebut upah-mengupah (Karim, 2004).
Larangan Bagi Bank Syariah
Larangan bagi BUS dan UUS diatur dalam pasal 24 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam pasal ini disebutkan bahwa baik BUS maupun UUS dilarang untuk :
1.      Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah.
2.      Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung dari pasar modal.
3.      Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 tentang kegiatan BUS dan UUS dan,
4.      Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah

Adapun larangan bagi BPRS diatur dalam pasal 25 yang meliputi larangan untuk :
1.      Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah.
2.      Menerima simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
3.      Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia.
4.      Melakukan kegiatan usaha peransuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.
5.      Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas BPRS, dan

6.      Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 tentang kegiatan BPRS.

0 comments:

Post a Comment

 

Welcome Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review